Sabtu, 22 Juni 2013

Wali Songo Bagian III : Sunan Kudus



Nama asli Sunan Kudus adalah Ja'far Shaddiq putra Raden Usman Hajji yang dikenal juga dengan sebutan Sunan Ngudung. Ngudung adalah daerah Jipang Panolan atau sekitar utara kota Blora sekarang. Beliau lahir sekitar tahun 1500-an, meninggal tahun 1550 dan dimakamkan Kudus. Ada yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Palestina dan datang ke Jawa pada tahun 1436 M. Makamnya terdapat di kota Kudus, sehingga beliau terkenal dengan sebutan Sunan Kudus.

Ayah beliau adalah Sunan Ngudung (Raden Usman Hajji) yang termasuk golongan alawiyyin yang diangkat terus hingga Rasulullah SAW. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Namun ada pula yang menyebutkan bahwa ayah Sunan Kudus adalah orang Palestina. Sementara ibunya, Syarifah (adik Sunan Bonang), adalah anak Nyi Ageng Maloka yang termasuk ke dalam keturunan keluarga kerajaan Majapahit. Sunan Kudus memiliki dua istri, yaitu Dewi Rukhail putri Sunan Bonang, dan putri Adipati Jombang, yang dari keduanya beliau memiliki sembilan anak.



Menurut silsilahnya Sunan Kudus masih mempunyai hubungan keturunan Nabi Muhammad SAW. Silsilah selengkapnya adalah: Ja'far Shodiq bin Raden Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadilkubro bin Zaini al-Husein bin Zaini al-Kubro bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayid Husein bin Ali R.A.

Sunan Kudus muda pernah bertandang dan bermukim di Timur Tengah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menimba ilmu keagamaan. Salah satu kota yang pernah beliau singgahi adalah Al-Quds di Palestina, yang merupakan tanah leluhurnya dari garis bapaknya, karena Ayahnya memang berasal dari Palestina. Saat di Palestina itulah Sunan Kudus pernah menyembuhkan wabah penyakit di daerah Palestina, sehingga atas jasanya tersebut beliau diberikan hadiah batu prasasti yang sampai sekarang masih ada di masjid menara Kudus.

Sunan Kudus membangun masjid pada tahun 956 Hijriah atau 1530 Masehi yang juga dinamakan dengan dengan Masjidil Aqsha. Dalam prasasti pendirian masjid tertuliskan: "Telah dibangun Masjidil Aqsha fil Quds". Penamaan ini dimaksudkan meniru apa yang ada di Palestina, yaitu masjidil Aqsha di Kota Quds. Bentuk kubah besarnya pun identik dengan bentuk kubah masjid al-aqsha, dan sangat berbeda dengan ornamen masjid jawa secara umum pada saat itu yang tidak mengenal kubah, sebagaimana masjid Demak, masjid Kauman dan juga Masjid Agung Surakarta.
Namun dugaan lain menyebutkan bahwa setelah Sunan Kudus melakukan pengembaraan ilmiah dan napak tilas leluhurnya di Palestina, beliau begitu terkesan dengan kota Al-Quds itu, dan berniat untuk membuka kota di Jawa yang bernama Kudus juga. Sebagai pengingat cita-citanya tersebut, tak lupa ia membawa sebongkah batu itu saat kembali ke tanah air.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Bangunan menara, tersusun dari batu bata dengan bagian kepala menara berbentuk atap tumpang atau tajuk dari kayu jati dengan empat saka guru. Dibagian atas menara, diletakkan bedug dan kentongan sebagai pertanda waktu dan even tertentu".


Menara MesjidAl-Aqsa (Menara Kudus)

Sunan Kudus termasuk dari sekumpulan walisongo yang aktif berdakwah di seluruh penjuru pulau jawa. Beliau menjadi rujukan bagi wali songo lainnya meskipun usia beliau masih muda. Bahkan ia lebih muda dari Sunan Muria, yang nota bene adalah putra dari Sunan Kalijogo. Meskipun muda secara usia, tapi kiprah dakwah beliau cukup dikenal dikalangan wali songo lainnya, bahkan hingga dalam urusan politik dan pemerintahan kerajaan Demak. Pengajian dan ceramah keagamaan sejak awal telah beliau lakukan, dan beliau juga membina santri-santri untuk secara khusus menimba ilmu agama. Banyak putra mahkota bupati yang diutus untuk belajar ilmu agama dari beliau. Hingga saat ini, daerah sekitar menara Kudus pun menjadi kawasan islami yang ditandai dengan banyaknya pesantren yang berusia puluhan tahun, seperti : Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Qudsiyah dan Ma'ahid.

Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agama Islam disekitar daerah Kudus khususnya dan di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau adalah seorang ulama, guru besar agama yang terkenal dengan keahliannya terutama dalam Ilmu Tauhid, Usul , Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih di dalam Ilmu Fiqih, serta telah mengajar serta menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya. Oleh sebab itu beliau digelari dengan sebutan sebagai Waliyyul 'Ilmi. Menurut riwayat, beliau juga termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama, diantaranya yang terkenal ialah Gending Maskumambang dan Mijil.

Sunan Kudus berdakwah di sebuah daerah pesisir sekaligus kaki pegunungan Muria yang masih kental nuansa Jawa dan ke-Hinduannya. Karenanya, beliau pun memutar otak untuk menjalankan strategi dakwah yang memikat dan menarik banyak masyarakat. Agar mereka yang notabene masih banyak penganut Hindu, tidak merasa canggung untuk belajar keislaman pada beliau.

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali --yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Salah satu ajaran sekaligus budaya Hindu yang masih mengakar adalah penghormatan terhadap binatang tertentu, atau sapi pada khususnya. Karena itulah Sunan Kudus melarang santri-santrinya secara khusus dan masyarakat secara umum untuk menyembelih Sapi. Sebagai gantinya mereka menyembelih kerbau. Hal ini menjadiikan pengikut Hindu atau mereka yang baru masuk Islam tambah bersimpati dengan pendekatan seperti itu. Larangan tersebut hingga hari ini masih dijalankan oleh sebagian besar masyarakat Kudus, dimana pada saat hari Raya Idul Adha, sangat sedikit yang menyembelih sapi. Sebagian besar menyembelih kerbau.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Nampaknya Sunan Kudus terinspirasi dengan kisah 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Pada kesempatan lain, Sunan Kudus mengumpulkan orang-orang saat jelang ramadhan untuk berbagi cerita dan menyenandungkan tembang tertentu. Salah satu karya beliau adalah maskumambang yang fenomenal dikalangan orang jawa saat ini. Demikian berulang setiap tahunnya hingga hari ini menjadi sebuah kebiasaan menjelang ramadhan, adanya pasar rakyat yang disebut dengan Dandangan.

Bukan hanya berdakwah seperti itu saja yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, beliau juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Beliau ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

Daerah Kudus sebelumnya dipimpin oleh Ki Ageng Telingsing, yang dikisahkan adalah berasal dari Tionghoa dan termasuk dari anak buah Laksamana Cheng Ho yang berlabuh di Semarang. Sunan Kudus berguru dan menjadi murid utama dari Ki Ageng Telingsing. Setelah wafat, Sunan Kudus pun didaulat menjadi pengganti Ki Ageng Telingsing sekaligus pemimpin daerah Tajug, sebelum diubah menjadi Kudus. Sunan Kudus juga menjadi penasehat kerajaan Demak, atau dalam istilah lain menjadi Majlis Syuro (Dewan Pertimbangan) pemerintahan Islami yang dijalankan oleh Kerajaan Demak. Seluruh keputusan strategis berupa kebijakan perang dan pengangkatan pejabat, semuanya dilakukan melalui mekanisme musyawarah dalam majelis tersebut.

Sunan Kudus juga menjadi hakim aqung (qodhi) kerajaan Demak untuk menghakimi urusan-urusan pidana dan pemikiran secara umum. Beliau juga yang tampil mengadili Syeikh Siti Jenar dan muridnya Ki Ageng Pengging setelah berdebat dan mengelak saat ditawari untuk kembali ke jalan yang benar. Pemikiran keduanya diputuskan sesat oleh majlis walisanga dengan qodhi nya adalah Sunan Kudus.

Sunan Kudus juga terlibat dalam struktur kemiliteran kerajaan Demak, bahkan menjadi panglima perangnya, menggantikan ayahnya yang telah wafat. Beliau tampil memimpin beberapa ekspedisi bersenjata melawan sisa pengaruh Majapahit di bagian timur pulau Jawa.

Sumber:  Hatta Syamsuddin. Sunan Kudus: Sosok Ulama Negarawan (Bagian 1 dan Bagian 2).

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    BalasHapus