Sabtu, 29 Juni 2013

Wali Songo Bagian VII : Sunan Ampel



Sunan Ampel adalah salah satu wali songo yang berjasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama aslinya adalah Raden Mohammad Ali Rahmatullah. Beliau merupakan seorang figur yang alim, bijak, berwibawa dan banyak mendapat simpati dari masyarakat.

Sunan Ampel diperkirakan lahir tahun 1401 di Champa, Kamboja. Beliau adalah keturunan dari Ibrahim Asmarakandi, salah satu Raja Champa yang kemudian menetap di Tuban, Jawa Timur.

Saat berusia 20 tahun, Raden Rahmat atau Sunan Ampel sudah dikenal pandai dalam ilmu agama, bahkan dipercaya Raja Brawijaya untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Surabaya. Kemudian beliau memutuskan untuk pindah ke Tanah Jawa, tepatnya di Surabaya yang ketika itu merupakan daerah kekuasaan Majapahit di bawah Raja Brawijaya yang dipercaya sudah beragama Islam ketika berusia lanjut.

Tugas khusus Sunan Ampel di Tanah Jawa adalah untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit. Untuk itu Raden Rahmat dipinjami oleh Raja Majapahit berupa tanah seluas 12 hektar di daerah Ampel Denta atau Surabaya untuk syiar agama Islam. Karena tempatnya itulah, Raden Rahmat kemudian akrab dipanggil Sunan Ampel.

Sunan Ampel memimpin dakwah di Surabaya dan bersama masyarakat sekitar membangun masjid untuk media dakwahnya yang kini dikenal sebagai Masjid Ampel. Dahulu Masjid Ampel terletak di dalam wilayah kerajaan Majapahit. Di tempat inilah Sunan Ampel menghabiskan masa hidupnya hingga wafat tahun 1481.

Masjid dan komplek makam Sunan Ampel

Masjid Ampel merupakan masjid tertua ke tiga di Indonesia, didirikan tahun 1421 oleh Sunan Ampel, dibantu sahabat karibnya Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, serta santrinya. Masjid ini dibangun di atas sebidang tanah seluas 120 x 180 meter persegi di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel), Kecamatan Semampir Surabaya. Sunan Ampel juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel.

Bangunan lain yang menjadi ciri khas masjid ini adalah menara setinggi 50 meter. Dahulu, menara ini berfungsi sebagai tempat azan. Di sebelah menara terdapat kubah berbentuk pendopo jawa, dengan lambang ukiran mahkota berbentuk matahari, yang merupakan lambang kejayaan Majapahit.

Di tempat ini juga terdapat sumur bersejarah. Namun kini sudah ditutup dengan besi. Air sumur ini dipercaya memiliki kelebihan seperti air zamzam di Mekkah. Khasiatnya beragam, diantaranya dipercaya dapat menjadi obat. Para peziarah sering membawa air ini sebagai oleh-oleh.

Masjid Agung Sunan Ampel atau yang lebih dikenal dengan Masjid Ampel adalah masjid paling terkenal dan suci bagi umat Muslim di Surabaya, setelah Masjid Akbar Surabaya. Hingga tahun 1905, Masjid Ampel adalah masjid terbesar kedua di Surabaya.



Makam Sunan Ampel bersebelahan dengan makam istri pertamanya, Nyai Condrowati, yang merupakan keturunan Raja Brawijaya V. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih.


Di komplek makam Sunan Ampel ini terdapat juga makam para pengawal dan santri-santri Sunan Ampel, diantaranya makam Mbah Soleh yang berjumlah sembilan dan makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong. Konon Mbah Soleh meninggal sembilan kali, karena itu makamnya ada Sembilan. Terdapat pula makam seorang pahlawan nasional, KH. Mas Mansyur.

Semasa hidupnya Mbah Bolong atau Mbah Sonhaji ahli dalam menentukan arah mata angin, terutama untuk menentukan arah kiblat. Di dekat makam Mbah Bolong terdapat 182 makam syuhada haji yang tewas dalam musibah jemaah haji Indonesia di Maskalea-Colombo, Sri Lanka pada 4 Desember 1974. Sedangkan Mbah Soleh adalah pembantu Sunan Ampel yang bertugas membersihkan Masjid Sunan Ampel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar