Oleh : Fakhru Albantani
Tidak
diragukan lagi bahwasanya pengetahuan para penuntut ilmu terhadap
kemuliaan yang besar yang akan mereka dapati dengan menuntut ilmu dan
kedudukan yang tinggi yang akan mereka peroleh, akan menjadikan mereka
paling bersemangat dalam menempuh jalannya ilmu dan belajar, dan beradab
dengan adab-adab yang syar'i yang akan menambah kedudukan dan keutamaan
mereka di sisi Allah Subhaanah, serta akan meninggikan kemuliaan mereka
dan akan terbuktilah kemanfaatan mereka terhadap manusia.
Ayat-ayat Al-Qur`an yang Menjelaskan Keutamaan Menuntut Ilmu dan Kedudukan
Allah Ta'ala berfirman menerangkan keutamaan ulama dan apa-apa yang mereka miliki dari
kedudukan dan ketinggian:
"Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran." (Az-Zumar:9)
Dan Allah juga berfirman:
"Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan
orang orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat."
(Al-Mujaadilah:11)
Ditinggikannya
derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas besarnya
keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di
dunia dengan tingginya kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan
orang dengan kebaikan) dan mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang
dirasakan oleh tubuh dan panca indera) di akhirat dengan tingginya
kedudukan di jannah. (Fathul Baarii 1/141)
Di
antara dalil yang menunjukkan atas keutamaan ilmu dan wajibnya meminta
tambahan darinya adalah firman Allah Ta'ala yang memerintahkan Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu (agama)." (Thaahaa:114)
Allah
Subhaanahu Wa Ta'ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam untuk meminta tambahan dari sesuatu kecuali meminta
tambahan dari ilmu dan ilmu yang dimaksudkan di sini adalah ilmu syar'i
yang akan menjadikan seorang hamba mengenal Rabbnya Subhaanah dan
mengetahui apa-apa yang diwajibkan atas seorang mukallaf dari perkara
agamanya dalam ibadah dan muamalahnya. (Fathul Baarii 1/141)
Sungguh
Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan memberikan kepada mereka
kebaikan yang umum dan menyeluruh sebagaimana diterangkan dalam
firman-Nya:
"Allah
menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an dan
As- Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang
dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran." (Al-Baqarah:269)
Berkata
Mujahid: Allah menganugrahkan Al-Hikmah, yaitu ilmu dan pemahamannya.
(Akhlaaqul 'Ulamaa`, Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurriy hal.9)
Demikian juga di antara dalil-dalil yang menguatkan akan pentingnya ilmu dan keharusan mencarinya adalah firman Allah Ta'ala:
"Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang berhak diibadahi) melainkan
Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang
mukmin, laki-laki dan perempuan." (Muhammad:19)
Maka (seseorang) harus memulai dengan ilmu sebelum beramal sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhariy,
باب العلم قبل القول والعمل
(Shahiihul Bukhaariy, Kitaabul 'Ilmi, Baabul 'Ilmi Qablal Qauli wal 'Amal)
Adapun
ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mempunyai buah yang agung, dan
yang paling menonjolnya adalah adanya rasa khasy-yah kepada Allah
Subhaanah dari pemiliknya.
Maka
ulama adalah manusia yang paling takut kepada Rabbnya, karena apa yang
telah mereka pelajari dari ilmu yang akan menambah pengetahuan mereka
kepada Rabbnya dan akan mengokohkan keimanan yang ada pada hati-hati
mereka. Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (Faathir:28)
Ulama adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lurus dan pemahaman yang mendalam, Allah Ta'ala berfirman:
"Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu." (Al-'Ankabuut:43)
Hadits-hadits yang Menerangkan Keutamaan Menuntut Ilmu dan Kedudukannya
Terdapat
kitab-kitab yang mengandung beratus-ratus hadits yang mulia, di mana
dalam hadits-hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan kepada ilmu dan menganjurkan atasnya serta menerangkan
kedudukan ulama dan kemuliaannya dan apa-apa yang selayaknya dimiliki
oleh mereka agar berakhlak dengannya dan bersemangat atasnya.
Di
dalam Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus hadits
yang menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya, dan
sungguh Al-Imam Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu dengan
membuat satu kitab khusus,
كتاب العلم
(yaitu
Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya dan beliau tempatkan setelah Kitabul
Iman. Demikian juga kitab-kitab sunnah lainnya yang padanya terdapat
sejumlah hadits yang banyak dari hadits-hadits yang marfu' dan
atsar-atsar yang mauquf kepada shahabat dan tabi'in, yang semuanya
mengisyaratkan kepada kedudukan yang agung yang kembalinya kepada ulama,
dan kedudukan yang tinggi yang Allah muliakan penuntut ilmu dengannya.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah:
1. Dari Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, niscaya Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya)." (Muttafaqun 'alaih)
Pemahaman
terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang terbesar yang Allah
berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang tidak mau tafaqquh
fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan
dari berbagai kebaikan.
2. Dari Abu Musa Al-Asy'ariy radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Perumpamaan
apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah seperti air hujan yang
banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut terdapat tanah
yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang
banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan
air maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga
mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam
dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada
tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula
menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami
agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa yang aku bawa,
maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, dan
perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut
dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR.
Al-Bukhariy)
Di
dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam agar bersemangat terhadap ilmu dan belajar, yaitu beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan perumpamaan terhadap apa yang
beliau bawa dengan hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan
memanfaatkan air hujan tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kemudian
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan orang yang mendengar
ilmu yang beliau bawa dengan bumi/tanah yang bermacam-macam yang air
hujan turun padanya:
-
Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan mengajarkan
ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang baik,
yang menyerap air lalu memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan
tanaman dan rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang
lainnya.
-
Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya,
di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya
dalam keadaan dia belum bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum
bisa memahami apa yang dia kumpulkan, akan
tetapi
dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang
menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya.
-
Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak
menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula menyampaikannya
kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur atau tanah
tandus yang tidak dapat menerima/menampung air.
Tidaklah
dikumpulkan dalam perumpamaan tersebut antara dua kelompok yang pertama
kecuali karena kebersamaan mereka dalam kemanfaatan dari ilmu yang
mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan
disendirikanlah kelompok ketiga yang tercela karena tidak adanya
kemanfaatan darinya. (Fathul Baarii 1/177)
Dan
tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara
orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan manfaat pada
dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan antara orang yang
rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak
mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
3. Dari Abud Darda` radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa
menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah, dan
sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya
untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan
dimintakan ampun untuknya oleh makhlukmakhluk Allah yang di langit dan
yang di bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun
untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang
yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas
seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan
para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka
hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka
sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak." (HR. Abu Dawud
no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan, lihat Jaami'ul Ushuul
8/6)
Di
dalam hadits ini terdapat keterangan tentang pemuliaan yang besar yang
akan didapatkan oleh penuntut ilmu, di mana para malaikat meletakkan
sayap-sayapnya untuknya sebagai sikap tawadhu' dan penghormatan
kepadanya, demikian juga makhluk-makhluk yang banyak baik yang di
langit, di bumi maupun di lautan dan makhluk lainnya yang tidak ada yang
mengetahui jumlahnya kecuali Allah Subhaanah, semua makhluk tadi
memintakan ampun kepada Allah untuk penuntut ilmu dan mendo'akan
kebaikan untuknya.
Cukuplah
bagi seorang penuntut ilmu sebagai kebanggaan bahwasanya dia adalah
orang yang sedang berusaha untuk mendapatkan warisannya para Nabi, dan
dia meninggalkan ahli dunia terhadap dunianya yang telah dikumpulkan di
atas hidangannya oleh para pecintanya di mana mereka sibuk dengan
perhiasannya dan berebutan kepadanya.
4. Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Semoga
Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu dia
menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang dia dengar, maka
kadang-kadang orang yang disampaikan ilmu lebih memahami daripada orang
yang mendengarnya." (HR. At- Tirmidziy no.2659 dan isnadnya shahih,
lihat Jaami'ul Ushuul 8/18)
Keutamaan
ini, tidak diragukan lagi merupakan keutamaan yang besar bagi penuntut
ilmu, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akannya
dengan kemuliaan dan kecerdasan karena apa yang dia lakukan dari
mempelajari ilmu, menghapal hadits, mengajarkannya dan menyampaikannya
kepada yang lainnya, dan dia tetap akan diberi pahala terhadap apa yang
disampaikan walaupun terluput atasnya sebagian makna-makna riwayat yang
dia sampaikan, karena dia telah menjaganya dan menyampaikannya dengan
jujur.
5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Apabila
seorang keturunan Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali
dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau
seorang anak shalih yang mendo'akannya." (HR. Muslim no.1631)
Betapa
besarnya kebaikan yang akan didapatkan oleh orang yang berilmu berupa
pahala dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Dan pahala tadi akan terus
mengalir kepadanya tanpa terputus selama ilmunya disampaikan oleh
murid-muridnya dari generasi ke generasi berikutnya, dan selama
kitab-kitabnya dan tulisan-tulisannya dimanfaatkan oleh para hamba di
berbagai negeri.
Dan
seperti inilah pahala dan ganjaran orang yang berilmu akan tetap sampai
kepadanya setelah kematiannya dengan sebab ilmu yang telah dia
tinggalkan untuk manusia, di mana mereka mengambil manfaat terhadap
ilmunya tersebut.
Nasehat Salafush Shalih untuk Kaum Muslimin
Setelah
dipaparkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan ilmu dan
keutamaannya pada edisi yang lalu, sekarang akan dibawakan beberapa
atsar yang berisi nasehat dan keterangan akan pentingnya ilmu dan
mempelajarinya.
Pertama: Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
"Ilmu
itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah
yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai
perkara) sedangkan harta adalah yang dihakimi. Telah mati para penyimpan
harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah
tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati
manusia." (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy,
hal.48)
Kedua:
Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya beliau apabila
melihat para pemuda giat mencari ilmu, beliau berkata: "Selamat
datang wahai sumber-sumber hikmah dan para penerang kegelapan. Walaupun
kalian telah usang pakaiannya akan tetapi hati-hati kalian tetap baru.
Kalian tinggal di rumahrumah (untuk mempelajari ilmu), kalian adalah
kebanggaan setiap kabilah." (Jaami' Bayaanil 'Ilmi wa Fadhlih, karya
Al-Imam Ibnu 'Abdil Barr, 1/52) Yakni bahwasanya sifat mereka secara
umum adalah sibuk dengan mencari ilmu dan tinggal di rumah dalam rangka
untuk mudzaakarah (mengulang pelajaran yang telah didapatkan) dan
mempelajarinya. Semuanya ini menyibukkan mereka dari memperhatikan
berbagai macam pakaian dan kemewahan dunia secara umum demikian juga
hal-hal yang tidak bermanfaat atau yang kurang manfaatnya dan hanya
membuang waktu belaka seperti berputar-putar di jalan-jalan (mengadakan
perjalanan yang kurang bermanfaat atau sekedar jalan-jalan tanpa tujuan
yang jelas) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh selain mereka dari
kalangan para pemuda.
Ketiga:
Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Pelajarilah
oleh kalian ilmu, karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah
khasyyah; mencarinya adalah ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya
adalah tasbiih; membahasnya adalah jihad; mengajarkannya kepada yang
tidak mengetahuinya adalah shadaqah; memberikannya kepada keluarganya
adalah pendekatan diri kepada Allah; karena ilmu itu menjelaskan perkara
yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya ahlul jannah, dan ilmu
itu sebagai penenang di saat was-was dan bimbang; yang menemani di saat
berada di tempat yang asing; dan yang akan mengajak bicara di saat
sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di saat senang dengan
bersyukur dan di saat tertimpa musibah dengan sabar; senjata untuk
melawan musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah
sahabat-sahabatnya.
Dengan
ilmu tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum lalu menjadikan mereka
berada dalam kebaikan, sehingga mereka menjadi panutan dan para imam;
jejak-jejak mereka akan diikuti; perbuatan-perbuatan mereka akan
dicontoh serta semua pendapat akan kembali kepada pendapat mereka. Para
malaikat merasa senang berada di perkumpulan mereka; dan akan mengusap
mereka dengan sayap-sayapnya; setiap makhluk yang basah dan yang kering
akan memintakan ampun untuk mereka, demikian juga ikan yang di laut
sampai ikan yang terkecilnya, dan binatang buas yang di daratan dan
binatang ternaknya (semuanya memintakan ampun kepada Allah untuk
mereka). Karena sesungguhnya ilmu adalah yang akan menghidupkan hati
dari kebodohan dan yang akan menerangi pandangan dari berbagai
kegelapan. Dengan ilmu seorang hamba akan mencapai kedudukan-kedudukan
yang terbaik dan derajat-derajat yang tinggi baik di dunia maupun di
akhirat. Memikirkan ilmu menyamai puasa; mempelajarinya menyamai shalat
malam; dengan ilmu akan tersambunglah tali shilaturrahmi, dan akan
diketahui perkara yang halal sehingga terhindar dari perkara yang haram.
Ilmu adalah pemimpinnya amal sedangkan amal itu adalah pengikutnya,
ilmu itu hanya akan diberikan kepada orang-orang yang berbahagia;
sedangkan orang-orang yang celaka akan terhalang darinya." (Ibid. 1/55)
Keempat:
Dari 'Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
"Sesungguhnya seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai
dosa-dosa seperti gunung Tihamah, akan tetapi apabila dia mendengar
ilmu (yaitu mempelajari ilmu dengan menghadiri majelis ilmu), kemudian
dia menjadi takut, kembali kepada Rabbnya dan bertaubat, maka dia pulang
ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa. Oleh karena itu,
janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama." (Miftaah Daaris Sa'aadah,)
Dan
beliau juga berkata: "Wahai manusia, wajib atas kalian untuk berilmu
(mempelajari dan mengamalkannya), karena sesungguhnya Allah Ta'ala
mempunyai selendang yang Dia cintai selendang-Nya. Apabila dia terjatuh
pada suatu dosa hendaklah meminta ampun kepada-Nya, supaya Dia tidak
melepaskan selendang-Nya tersebut sampai dia meninggal." (Ibid. 1/121)
Kelima:
Berkata Abud Darda` radhiyallahu 'anhu: "Sungguh aku mempelajari satu
masalah dari ilmu lebih aku cintai daripada shalat malam." (Ibid. 1/122)
Bukan berarti kita meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini
menunjukkan bahwa mempelajari ilmu itu sangat besar keutamaannya dan
manfaatnya bagi ummat. Keenam: Dari Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullaah,
beliau berkata:
"Sungguh
aku mempelajari satu bab dari ilmu lalu aku mengajarkannya kepada
seorang muslim di jalan Allah (yaitu mempelajari dan mengajarkannya
karena Allah semata) lebih aku cintai daripada aku mempunyai dunia
seluruhnya." (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Al-Imam An-Nawawiy,
1/21)
Ketujuh:
Dari Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullaah, beliau berkata: "Tidak ada
sesuatupun yang lebih utama setelah kewajiban-kewajiban daripada
menuntut ilmu." (Ibid. 1/21)
Bait-bait Syair Tentang Keutamaan Menuntut Ilmu Syar'i
Adapun bait-bait sya'ir yang menjelaskan tentang permasalahan ilmu dan kedudukannya itu
sangat banyak dan tidak bisa dihitung, dan di sini hanya akan disebutkan dua di antaranya:
Tidak ada kebanggaan kecuali bagi ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu)
karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk bagi orang yang meminta dalil-dalilnya
dan derajat setiap orang itu sesuai dengan kebaikannya (dalam masalah ilmu)
sedangkan orang-orang yang bodoh adalah musuh bagi ahlul ilmi.
Dan sya'irnya Al-Imam Asy-Syafi'i:
Belajarlah karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan tidaklah
orang yang berilmu seperti orang yang bodoh.
Sesungguhnya suatu kaum yang besar tetapi tidak memiliki ilmu maka sebenarnya kaum itu
adalah kecil apabila terluput darinya keagungan (ilmu).
Dan sesungguhnya kaum yang kecil jika memiliki ilmu maka pada hakikatnya mereka adalah
kaum yang besar apabila perkumpulan mereka selalu dengan ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar