Ini adalah kisah tentang sepasang suami istri, yang dalam bahtera rumah tangga
tersebut, Allah memberikan ujian dengan belum hadirnya buah hati ditengah-tengah kehidupan mereka. Semoga menjadi hikmah bagi kita semua, bahwa ujian
adalah memang bagian dari kehidupan yang seharusnya membentuk kita agar menjadi
pribadi yang lebih sabar.
Alkisah, suatu hari seorang suami yang setelah pulang dari bekerja, mendapati
rumahnya kosong tidak berpenghuni. Istrinya tidak berada dirumah kala itu.
Entah mengapa, tiba- tiba seketika itu, meledaklah emosinya. Hal ini semakin
bertambah, apalagi setelah melihat istrinya yang tiba- tiba muncul dari balik
pintu.
Berkatalah sang suami dengan kemarahannya yang sangat, " Dari mana saja
kau?, aku capek pulang kerja kau malah kelayapan di luar "
Si istri tersenyum, dia berniat menjawab pertanyaan suaminya untuk memberikan
penjelasan, namun tiba- tiba lehernya terasa seperti tercekik. Sang suami
menarik jilbab panjang yang dipakainya hingga nyaris sobek. Dan seketika itu
pula si istri terjatuh di tanah.
Sejenak sang istri menghela nafas, dan tak terasa air matanya jatuh. Tapi
ditahannya mulutnya sendiri agar tidak mengucapkan sesuatu yang membuat
kemarahan suaminya semakin menjadi- jadi.
" Aku akan membuatkan air hangat untuk kau mandi, suamiku" kata sang
istri sambil menyeka air matanya dan mencoba berdiri.
" Tidak usah!" Jawab sang suami dengan keras.
" Semakin lama, aku bosan dengan keadaan seperti ini. Aku ingin anak
darimu, tapi mengapa kau malah mandul. Dasar istri tidak berguna!" Lanjut
suaminya dengan sangat marah.
" Maaf" jawab si istri pelan.
" Sudahlah! tidak ada gunanya kau minta maaf. Kau ku ceraikan saat ini
juga. Aku ingin wanita yang bisa memberiku anak" Jawab suaminya.
Sang istri rasanya seperti tersambar petir, ketika suaminya mengatakan kata
cerai yang begitu tanpa beban keluar dari mulutnya. Dia benar- benar tak habis
pikir, mengapa suaminya begitu sangat tega kepadanya, bahkan sebelum dia
memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukannya tadi di luar.
Dia pun bertanya pada dirinya sendiri, mengapa setelah bertahun- tahun mereka
menikah, dan dengan sepenuh hati dia telah melayani suaminya, namun dalam
hitungan detik saja, suaminya telah tega menceraikannya.
Sang istri terus memohon kepada suaminya agar tidak menceraikannya, namun
suaminya bahkan semakin lagi dan lagi dalam mengucapkan kata cerai bahkan
sampai 3 kali. Setelah itu, di usirlah sang istri dari rumahnya.
Keesokan harinya, datanglah seorang ibu tua yang ingin bertamu hendak menemui
sang istri. Suaminya hanya menjawab singkat kalau sang istri sudah tidak
menghuni rumah tersebut. Si ibu tua kemudian minta ijin menjelaskan sebentar
tentang maksud kedatangannya kali ini. Dia berkata bahwa dia ingin melanjutkan
pembicaraan yang terpotong di hari sebelumnya tentang niat sang istri tersebut
untuk melamar putrinya tersebut untuk menjadi istri kedua bagi suaminya.
Mendengar hal itu, Sang suami benar- benar terkejut dan tidak menyangka,
" Benarkah itu? " tanyanya pendek
" Ya, dia bilang dia ingin menyenangkanmu dengan memberikanmu istri yang
baru, agar kau beroleh keturunan. Namun dia tergesa- gesa pulang, karena
teringat pada jam itu kau pasti sudah pulang, dan dia sangat ingin menyiapkan
kebutuhanmu di rumah" Jawab si ibu menjelaskan
Si suami tidak bisa berkata apa- apa lagi. Rasanya tercekat tenggorokannya
untuk mengeluarkan bahkan hanya untuk sebuah kata. Dia tidak menyangka, bahwa
sang istri telah begitu luas hatinya demi kebahagiaannnya. Namun dia balas
semua itu dengan kata thalak 3 yang dengan mudah terlontar untuknya begitu
saja, kemarin.
Akhirnya...
Dengan perasaan penuh sesal, sang suami terus melanjutkan hidup.
Dan kali ini episode hidupnya telah sampai pada sebuah pernikahannya yang
kedua. Dia menikahi anak dari ibu tua tersebut.
Setelah setahun berlalu, merekapun ternyata belum kunjung dikaruniai seorang
anak. Terbersit keinginan sang suami untuk memperoleh keterangan tentang
kesehatannya kepada seorang dokter. Setelah beberapa hari, diperoleh keterangan
ternyata bahwa dialah yang mandul.
Seketika, muncullah kembali bayangan istrinya terdahulu yang begitu sholihah,
sangat pengertian, serta sabar menerima keadaan. Hal apapun dihadapi istrinya
itu dengan ikhlas tanpa keluhan, walaupun batin sang istri sendiri sering
disakiti oleh perangai suaminya yang mudah marah dan sering kali memukulnya.
Rasa penyesalan dan sedih berkepanjangan semakin menyeruak dalam benak sang
suami saat itu. Dia merasa bahwa ini adalah hukuman dari Allah karena telah
menyia- nyiakan istrinya yang terdahulu yang telah dengan setia menemaninya
bertahun- tahun. Bertahun- tahun pula dia menuduh bahwa sang istri yang
bermasalah karena tidak bisa mengandung seorang anak. Namun, ternyata kini
semua telah jelas, bahwa dialah justru yang "bermasalah".
Dan kini, tidak tersisa apapun baginya kecuali penyesalan yang sangat. Dalam
sedih dia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menghormati istrinya, dan
tidak akan dengan gampang mengumbar amarah kepada istrinya kembali, terutama
dengan tindakan yang begitu ringannya dia mengobral kata cerai bagi pasangan
hidupnya.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar